ABU AL AAS IBN AL RABIAH RA
Dia berpartisipasi dalam perang Badar dengan Quraisy dan ditangkap oleh kaum Muslim. Zainab mengirim utusan ke Madinah membawa uang tebusan untuk membebaskan suaminya yang termasuk kalung ibunya, Khadijah, telah diberikan kepadanya sebelum dia meninggal. Ketika Muhammad melihat kalung itu ia merasakan gelombang kelembutan untuk putrinya dan dia menetapkan kondisi kebebasan Abu-l Aas, bahwa Zainab putrinya dikirim ke dia tanpa penundaan.
Segera setelah ia mencapai Mekah, Abu-l Aas memerintahkan istrinya untuk mempersiapkan diri untuk perjalanan, mengatakan bahwa utusan ayahnya sedang menunggu. Quraish dikejar Zainab dan Amr sampai mereka terjebak dengan mereka. Abu Sufyan beralasan bahwa mereka tidak perlu untuk menahan istrinya tetapi berharap bahwa dia akan diambil secara rahasia sehingga tidak menimbulkan rasa malu kepada Quraisy baru saja dikalahkan. Amr setuju dan beberapa hari kemudian ia mengambil Zaynab untuk utusan Muhammad.
Setelah kepergian istrinya, Abu-l Aas tetap tinggal di Mekah selama beberapa tahun. Kemudian, pada 630 sesaat sebelum Penaklukan Mekkah, ia berangkat ke Suriah pada keterlibatan perdagangan. Sebagai kafilah itu kembali mendekati Madinah, satu detasemen Muslim menyita unta-unta dan mengambil laki-laki sebagai tawanan. Abu-l Aas berhasil melarikan diri dan pada malam hari memasuki Madinah sampai ia datang ke rumah Zainab. Dia memintanya untuk perlindungan dan dia memberikannya kepada dia.
Muhammad memerintahkan putrinya: "Siapkan tempat istirahat untuk Abu-l Aas dan biarkan dia tahu bahwa Anda tidak halal baginya."
Menerima Islam
Abu-al Aas kembali ke Mekah dengan kafilah dan menyerahkan semua kekayaan dan barang ke pemilik yang sah. Kemudian Abu-al Aas mengumumkan bahwa ia sekarang Muslim dan bahwa satu-satunya mencegah dia dari menyatakan bahwa dirinya menerima Islam sementara di Madinah adalah takut bahwa mereka akan menganggap ia melakukannya hanya untuk menyediakan dana kekayaan mereka .. Abu-al Aas kemudian berangkat ke Madinah di mana Muhammad menerima dia dengan ramah dan kembali istrinya kepadanya.
Dia adalah khalifah pertama dari kalangan Bani Hasyim. Ayahnya adalah Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf, dan ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf.
Ali dilahirkan di dalam Ka'bah dan mempunyai nama kecil Haidarah. Untuk meringankan beban Abu Thalib yang mempunyai anak banyak, Rasulullah SAW merawat Ali. Selanjutnya Ali tinggal bersama Rasulullah di rumahnya dan mendapatkan pengajaran langsung dari beliau. Ia baru menginjak usia sepuluh tahun ketika Rasulullah menerima wahyu yang pertama.
Sejak kecil Ali telah menunjukkan pemikirannya yang kritis dan brilian. Kesederhanaan, kerendah-hatian, ketenangan dan kecerdasannya yang bersumber dari Al-Qur'an dan wawasan yang luas, membuatnya menempati posisi istimewa di antara para sahabat Rasulullah SAW lainnya. Kedekatan Ali dengan keluarga Rasulullah SAW kian erat, ketika ia menikahi Fathimah, anak perempuan Rasulullah yang paling bungsu.
Dari segi agama, Ali bin Abi Thalib adalah seorang ahli agama yang faqih di samping ahli sastra yang terkenal, antara lain lewat bukunya "Nahjul Balaghah".
Syahidnya Utsman bin Affan membuat kursi kekhalifahan kosong selama dua atau tiga hari. Banyak orang, khususnya para pemberontak, mendesak Ali untuk menggantikan posisi Utsman. Para sahabat Rasulullah SAW juga memintanya, akhirnya dengan sangat terpaksa Ali menerima jabatan sebagai khalifah keempat.
Mungkin karena suasana peralihan kekhalifahan kini penuh dengan kekacauan, para pemberontak yang menyebabkan syahidnya usman masih bercokol dan membuat onar. Sementara ada banyak orang yang menuntut ditegakkannya hukum bagi pembunuh Utsman. Situasi saat itu membuat Ali sulit untuk memulai penataan pemerintahan baru yang bermasa depan cerah. Usahanya membuat penyegaran dalam pemerintahan dengan memberhentikan seluruh gubernur yang pernah diangkat Utsman, malah memicu konflik dengan Muawiyah.
Di sisi lain, muncul konflik antara Ali dan beberapa orang sahabat yang dikomandani oleh Aisyah, Ummul Mukminin. Puncak konflik ini menyebabkan meletusnya Perang Jamal (Perang Unta). Dinamakan demikian karena Aisyah mengendarai unta. Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam yang berada di pihak Aisyah gugur, sedangkan Aisyah tertawan.
Pertentangan politik antara Ali dan Muawiyah mengakibatkan pecahnya Perang Shiffin pada 37 H. Pasukan Ali yang berjumlah sekitar 95.000 orang melawan 85.000 orang pasukan Muawiyah. Ketika peperangan hampir berakhir, pasukan Ali berhasil mendesak pasukan Muawiyah. Namun sebelum peperangan dimenangkan, muncul Amr bin Ash mengangkat mushaf Al-Qur'an menyatakan damai.
Terpaksa Ali memerintahkan pasukannya untuk menghentikan peperangan, dan terjadilah gencatan senjata. Akibat kebijakan Ali itu, pasukannya pecah menjadi tiga bagian. Kelompok Syiah dengan segala resiko dan pemahaman mereka tetap mendukungnya. Kelompok Murjiah yang menyatakan mengundurkan diri. Dan kelompok Khawarij yang memisahkan diri serta menyatakan tidak senang dengan tindakan Ali.
Kelompok ketiga inilah yang akhirnya memberontak, dan menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap Ali sebagai khalifah, Muawiyah sebagai penguasa Suriah dan Amr bin Ash sebagai penguasa Mesir. Mereka berencana membunuh ketiga pemimpin itu.
Untuk mewujudkan rencana tersebut, mereka menyuruh Abdurrahman bin Muljam untuk membunuh Ali bin Abi Thalib di Kufah; Amr bin Bakar bertugas membunuh Amr bin Ash di Mesir; dan Hujaj bin Abdullah ditugaskan membunuh Muawiyah di Damaskus.
Hujaj tidak berhasil membunuh Muawiyah lantara dijaga ketat oleh pengawal. Sedangkan Amr bin Bakar tanpa sengaja membunuh Kharijah bin Habitat yang dikiranya Amr bin Ash. Saat itu Amr bin Ash sedang sakit sehingga yang menggantikannya sebagai imam shalat adalah Kharijah. Akibat perbuatannya, Kharijah pun dibunuh pula.
Sedangkan Abdurrahman bin Muljam berhasil membunuh Ali yang saat itu tengah menuju masjid. Khalifah Ali wafat pada tanggal 19 Ramadhan 40 H dalam usia 63 tahun. Syahidnya Ali bin Abi Thalib menandai berakhirnya era Khulafaur Rasyidin.
UTSMAN BIN AFFAN
Diriwayatkan oleh Imam Muslim:…’Aisyah bertanya kepada RasuluLlah saw.: ’Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu ’Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika ’Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Beliau menjawab: ”Apakah aku tidak malu terhadap orang yang Malaikat saja malu kepadanya?”
Dia berpartisipasi dalam perang Badar dengan Quraisy dan ditangkap oleh kaum Muslim. Zainab mengirim utusan ke Madinah membawa uang tebusan untuk membebaskan suaminya yang termasuk kalung ibunya, Khadijah, telah diberikan kepadanya sebelum dia meninggal. Ketika Muhammad melihat kalung itu ia merasakan gelombang kelembutan untuk putrinya dan dia menetapkan kondisi kebebasan Abu-l Aas, bahwa Zainab putrinya dikirim ke dia tanpa penundaan.
Segera setelah ia mencapai Mekah, Abu-l Aas memerintahkan istrinya untuk mempersiapkan diri untuk perjalanan, mengatakan bahwa utusan ayahnya sedang menunggu. Quraish dikejar Zainab dan Amr sampai mereka terjebak dengan mereka. Abu Sufyan beralasan bahwa mereka tidak perlu untuk menahan istrinya tetapi berharap bahwa dia akan diambil secara rahasia sehingga tidak menimbulkan rasa malu kepada Quraisy baru saja dikalahkan. Amr setuju dan beberapa hari kemudian ia mengambil Zaynab untuk utusan Muhammad.
Setelah kepergian istrinya, Abu-l Aas tetap tinggal di Mekah selama beberapa tahun. Kemudian, pada 630 sesaat sebelum Penaklukan Mekkah, ia berangkat ke Suriah pada keterlibatan perdagangan. Sebagai kafilah itu kembali mendekati Madinah, satu detasemen Muslim menyita unta-unta dan mengambil laki-laki sebagai tawanan. Abu-l Aas berhasil melarikan diri dan pada malam hari memasuki Madinah sampai ia datang ke rumah Zainab. Dia memintanya untuk perlindungan dan dia memberikannya kepada dia.
Muhammad memerintahkan putrinya: "Siapkan tempat istirahat untuk Abu-l Aas dan biarkan dia tahu bahwa Anda tidak halal baginya."
Menerima Islam
Abu-al Aas kembali ke Mekah dengan kafilah dan menyerahkan semua kekayaan dan barang ke pemilik yang sah. Kemudian Abu-al Aas mengumumkan bahwa ia sekarang Muslim dan bahwa satu-satunya mencegah dia dari menyatakan bahwa dirinya menerima Islam sementara di Madinah adalah takut bahwa mereka akan menganggap ia melakukannya hanya untuk menyediakan dana kekayaan mereka .. Abu-al Aas kemudian berangkat ke Madinah di mana Muhammad menerima dia dengan ramah dan kembali istrinya kepadanya.
ALI BIN ABU THALIB
Dia adalah khalifah pertama dari kalangan Bani Hasyim. Ayahnya adalah Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf, dan ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf.
Ali dilahirkan di dalam Ka'bah dan mempunyai nama kecil Haidarah. Untuk meringankan beban Abu Thalib yang mempunyai anak banyak, Rasulullah SAW merawat Ali. Selanjutnya Ali tinggal bersama Rasulullah di rumahnya dan mendapatkan pengajaran langsung dari beliau. Ia baru menginjak usia sepuluh tahun ketika Rasulullah menerima wahyu yang pertama.
Sejak kecil Ali telah menunjukkan pemikirannya yang kritis dan brilian. Kesederhanaan, kerendah-hatian, ketenangan dan kecerdasannya yang bersumber dari Al-Qur'an dan wawasan yang luas, membuatnya menempati posisi istimewa di antara para sahabat Rasulullah SAW lainnya. Kedekatan Ali dengan keluarga Rasulullah SAW kian erat, ketika ia menikahi Fathimah, anak perempuan Rasulullah yang paling bungsu.
Dari segi agama, Ali bin Abi Thalib adalah seorang ahli agama yang faqih di samping ahli sastra yang terkenal, antara lain lewat bukunya "Nahjul Balaghah".
Syahidnya Utsman bin Affan membuat kursi kekhalifahan kosong selama dua atau tiga hari. Banyak orang, khususnya para pemberontak, mendesak Ali untuk menggantikan posisi Utsman. Para sahabat Rasulullah SAW juga memintanya, akhirnya dengan sangat terpaksa Ali menerima jabatan sebagai khalifah keempat.
Mungkin karena suasana peralihan kekhalifahan kini penuh dengan kekacauan, para pemberontak yang menyebabkan syahidnya usman masih bercokol dan membuat onar. Sementara ada banyak orang yang menuntut ditegakkannya hukum bagi pembunuh Utsman. Situasi saat itu membuat Ali sulit untuk memulai penataan pemerintahan baru yang bermasa depan cerah. Usahanya membuat penyegaran dalam pemerintahan dengan memberhentikan seluruh gubernur yang pernah diangkat Utsman, malah memicu konflik dengan Muawiyah.
Di sisi lain, muncul konflik antara Ali dan beberapa orang sahabat yang dikomandani oleh Aisyah, Ummul Mukminin. Puncak konflik ini menyebabkan meletusnya Perang Jamal (Perang Unta). Dinamakan demikian karena Aisyah mengendarai unta. Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam yang berada di pihak Aisyah gugur, sedangkan Aisyah tertawan.
Pertentangan politik antara Ali dan Muawiyah mengakibatkan pecahnya Perang Shiffin pada 37 H. Pasukan Ali yang berjumlah sekitar 95.000 orang melawan 85.000 orang pasukan Muawiyah. Ketika peperangan hampir berakhir, pasukan Ali berhasil mendesak pasukan Muawiyah. Namun sebelum peperangan dimenangkan, muncul Amr bin Ash mengangkat mushaf Al-Qur'an menyatakan damai.
Terpaksa Ali memerintahkan pasukannya untuk menghentikan peperangan, dan terjadilah gencatan senjata. Akibat kebijakan Ali itu, pasukannya pecah menjadi tiga bagian. Kelompok Syiah dengan segala resiko dan pemahaman mereka tetap mendukungnya. Kelompok Murjiah yang menyatakan mengundurkan diri. Dan kelompok Khawarij yang memisahkan diri serta menyatakan tidak senang dengan tindakan Ali.
Kelompok ketiga inilah yang akhirnya memberontak, dan menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap Ali sebagai khalifah, Muawiyah sebagai penguasa Suriah dan Amr bin Ash sebagai penguasa Mesir. Mereka berencana membunuh ketiga pemimpin itu.
Untuk mewujudkan rencana tersebut, mereka menyuruh Abdurrahman bin Muljam untuk membunuh Ali bin Abi Thalib di Kufah; Amr bin Bakar bertugas membunuh Amr bin Ash di Mesir; dan Hujaj bin Abdullah ditugaskan membunuh Muawiyah di Damaskus.
Hujaj tidak berhasil membunuh Muawiyah lantara dijaga ketat oleh pengawal. Sedangkan Amr bin Bakar tanpa sengaja membunuh Kharijah bin Habitat yang dikiranya Amr bin Ash. Saat itu Amr bin Ash sedang sakit sehingga yang menggantikannya sebagai imam shalat adalah Kharijah. Akibat perbuatannya, Kharijah pun dibunuh pula.
Sedangkan Abdurrahman bin Muljam berhasil membunuh Ali yang saat itu tengah menuju masjid. Khalifah Ali wafat pada tanggal 19 Ramadhan 40 H dalam usia 63 tahun. Syahidnya Ali bin Abi Thalib menandai berakhirnya era Khulafaur Rasyidin.
UTSMAN BIN AFFAN
Diriwayatkan oleh Imam Muslim:…’Aisyah bertanya kepada RasuluLlah saw.: ’Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu ’Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika ’Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Beliau menjawab: ”Apakah aku tidak malu terhadap orang yang Malaikat saja malu kepadanya?”
RINGKASAN
KEUTAMAAN ‘UTSMAN BIN ‘AFFAN RA.
Nama beliau
ra. adalah ’Utsman bin ’Affan bin al-’Ash bin Umayyah bin Abdus Syams bin Abdu
Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib,
al-Quraisyi al-Umawi al-Makki.
Beliau ra.
dilahirkan pada tahun keenam sejak Tahun Gajah. Beliau ra. masuk Islam lewat
ajakan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. serta termasuk Assabiqunal Awwalun. Beliau ra.
adalah satu dari 10 Sahabat yang dijamin surga. Terdapat 146 hadits yang beliau
ra. riwayatkan, menurut Imam Suyuthi. Beliau ra. melakukan dua kali hijrah, ke
Habasyah (Ethiopia) dan Madinah. Dari Anas ra., dia berkata: Orang yang pertama
kali melakukan hijrah dari kalangan kaum muslimin ke Habasyah adalah ’Utsman
dan keluarganya.
Ibnu Asakir
meriwayatkan dari berbagai jalur periwayatan bahwa ’Utsman bin ’Affan adalah
lelaki yang berpostur semampai, tidak tinggi dan tidak juga pendek. Wajahnya
rupawan, putih kemerahan. Di wajahnya ada bintik-bintik cacar. Jenggotnya
tebal, tulang-tulang sendinya besar, pundaknya lebar, betisnya gempal,
tangannya panjang, penuh bulu. Dia berambut keriting, botak, gigi depannya
indah, rambut kepalanya menutupi kedua telinganya, memakai semir kuning. Dia
menempeli giginya dengan emas. Ibnu Asakir meriwayatkan dari AbduLlah bin Hazm
al-Muzanni, dia berkata: ”Saya melihat ’Utsman. Saya tidak melihat seorang
lelaki atau wanita yang memiliki keindahan wajah seelok wajah ’Utsman.”
BEBERAPA KEUTAMAAN
’UTSMAN BIN ’AFFAN RA.
Beliau
ra. menikah dengan Ruqayyah ra., puteri RasuluLlah saw., sejak RasuluLlah saw.
belum diangkat menjadi Rasul. Ruqayyah ra. meninggal saat sebelum Perang Badar
terjadi, di mana ’Utsman ra. tidak ikut perang Badar ini karena merawat
Ruqayyah ra. (namun ’Utsman ra. tetap mendapat pahala Perang Badar). Kemudian
RasuluLlah saw. menikahkan puteri beliau saw. yang lain, Ummu Kultsum ra.,
dengan ’Utsman ra., sehingga beliau ra. dijuluki Dzun Nurain (Pemilik Dua
Cahaya).
Imam
Thabrani meriwayatkan dari ’Ishmah bin Malik dia berkata: Tatkala putri
RasuluLlah saw. (Ummu Kultsum, pen.) meninggal dunia (tahun 9H, pen.), yang
ketika itu di bawa tanggungan ’Utsman, beliau saw. bersabda:
”Nikahkanlah
anak kalian dengan ’Utsman; andaikata saya memiliki puteri ketiga, niscaya akan
saya nikahkan puteriku itu dengannya dan tidaklah aku nikahkan kecuali karena
ada wahyu dari Allah.”
Ibnu Asakir
meriwayatkan dari ’Ali bin Abi Thalib ra., dia berkata: Saya mendengar
RasuluLlah saw. berkata kepada ’Utsman :
”Andaikata
saya memiliki empat puluh orang anak, maka akan saya nikahkan dia denganmu satu
demi satu hingga tidak ada yang tersisa satu pun di antara mereka.”
Diriwayatkan
dari Al-Nazzal bin Sabrah al-Hilali, katanya: Kami berkata kepada ’Ali ra.:
”Wahai Amirul Mukminin, ceritakan kepada kami mengenai ’Utsman bin ’Affan”.
Maka ’Ali ra. menjawab: ”Ia adalah orang yang dipanggil oleh para Malaikat
dengan sebutan Dzun Nurain. Ia adalah menantu RasuluLlah saw., dari kedua
puteri beliau saw., dan ia dijamin masuk surga.”
RasuluLlah
saw. Bersabda :
”Hormatilah
ia (’Utsman ra., pen.) karena ia adalah orang yang akhlaknya paling
menyerupaiku di antara para Sahabatku.” (HR. Ahmad)
Diriwayatkan
oleh Imam Muslim bahwa ’Aisyah berkata: Ketika RasuluLlah saw. sedang berbaring
di rumahku, kedua betisnya tersingkap. Lalu Abu Bakar minta izin masuk, dan
dipsersilakan sedang beliau saw. tetap seperti keadaannya semula, lalu mereka
berbincang-bincang. Kemudian ’Umar minta izin masuk, dan dipersilakan sedangkan
beliau saw. tetap seperti keadannya semula, lalu mereka berbincang-bincang.
Giliran kemudian ’Utsman minta izin masuk, maka RasuluLlah saw. duduk dan
membetulkan pakaian beliau saw., lalu mereka berbincang-bincang. Setelah
(’Utsman) keluar, ’Aisyah bertanya kepada RasuluLlah saw.: ’Abu Bakar masuk
tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu ’Umar masuk
engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika
’Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?’ Beliau
menjawab: ”Apakah aku tidak malu terhadap orang yang Malaikat saja malu
kepadanya?”
Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad bahwa RasuluLlah saw. bersabda :
”Umatku yang paling pengasih adalah Abu Bakar, yang paling keras menegakkan Agama Allah adalah ’Umar, yang paling pemalu adalah ’Utsman, yang paling tahu halal haram adlaah Mu’adz bin jabal, yang paling baik bacaan Al-Quran nya adalah Ubay, dan yang paling mengetahui Faraidh adlaah Zaid bin Tsabit. Setiap umat mempunyai orang yang paling amanah, dan umatku yang paling amanah adalah Abu ’Ubaidah bin Al-Jarrah.” Dan RasuluLlah saw. bersabda: ”…sedangkah rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” (HR. Muslim)
”Umatku yang paling pengasih adalah Abu Bakar, yang paling keras menegakkan Agama Allah adalah ’Umar, yang paling pemalu adalah ’Utsman, yang paling tahu halal haram adlaah Mu’adz bin jabal, yang paling baik bacaan Al-Quran nya adalah Ubay, dan yang paling mengetahui Faraidh adlaah Zaid bin Tsabit. Setiap umat mempunyai orang yang paling amanah, dan umatku yang paling amanah adalah Abu ’Ubaidah bin Al-Jarrah.” Dan RasuluLlah saw. bersabda: ”…sedangkah rasa malu itu (juga) salah satu cabang dari iman.” (HR. Muslim)
Ibnu Asakir
meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit ra., dia berkata: Saya pernah mendengar
RasuluLlah saw. Bersabda :
”’Utsman
datang kepadaku, dan saat itu ada seorang malaikat bersamaku, dia berkata, ’Dia
akan mati syahid dan akan dibunuh oleh kaumnya. Sesungguhnya kami sangat malu
kepadanya’.”
Al-Bukhari
meriwayatkan melalui jalur Anas bin Malik ra. yang mengatakan: RasuluLlah saw.
naik ke Bukit Uhud bersama Abu Bakar, ’Umar dan ’Utsman, maka bukit itu pun
bergetar. Lalu RasuluLlah saw. bersabda :
”Tenanglah wahai Uhud (tampaknya beliau saw. menghentakkan kaki), maka tidaklah di atasmu (sekarang) melainkan seorang nabi, seorang shiddiq dan dua orang syahid.”
”Tenanglah wahai Uhud (tampaknya beliau saw. menghentakkan kaki), maka tidaklah di atasmu (sekarang) melainkan seorang nabi, seorang shiddiq dan dua orang syahid.”
RasuluLlah
saw. juga pernah mengangkat ’Utsman ra. sebagai pengganti beliau saw., saat
RasuluLlah saw. pergi ke medan Perang Dzat ar-Riqa’ dan Ghathafan, sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Sa’ad.
KEDERMAWANAN
‘UTSMAN RA.
Imam
Tirmidzi meriwayatkan dari Anas, juga al-Hakim –dia menyatakan keshahihan
riwayat ini– dari ’AbdurRahman Samurah dia berkata: ’Utsman datang menemui
RasuluLlah saw. dengan membawa seribu dinar tatkala dia sedang mempersiapkan
Jaysy al-’Usrah (Tentara yang berada dalam kesulitan). Kemudian RasuluLlah saw.
menyimpannya di kamarnya dan membalik-balikkan uang tersebut seraya berkata:
”Setelah ini tidak ada pekerjaan ’Utsman yang membahayakan dirinya”. Beliau
mengatakan itu sebanyak dua kali. Juga diriwayatkan dari Ibn Syihab Az-Zuhri,
bahwa pada Perang Tabuk, ’Utsman ra. membawa lebih dari 940 unta, kemudian
membawa 60 kuda untuk menggenapinya menjadi 1000.
Al-Baghawi
menceritakan bahwa Kaum Muhajirim ketika memasuki Madinah mencari air. Air itu
adalah milik seorang dari Bani Ghaffar, berupa mata air dinamai Raumah. Satu
timba air dijualnya dengan harga 1 mudd (gandum). Nabi saw. berkata kepada
orang itu: ”Apakah kau mau menjual sumurmu itu dengan (imbalan) mata air di
surga?” Orang itu menjawab: ”Wahai RasuluLlah, aku dan keluargaku tidak
memiliki apa-apa selain sumur ini”. Lalu ’Utsman ra. mendengar hal itu, maka ia
membelinya dengan 35.000 dirham. Lalu ia mendatangi Nabi saw. dan berkata
kepada beliau saw.: ”Apakah engkau berikan untukku seperti yang kau janjikan
baginya tadi?” Nabi saw. menjawab: ”Ya”. ’Utsman berkata: ”Aku telah membelinya
dan aku peruntukkan bagi kaum Muslimin.”
(Ma’nawi)
’Utsman ra. juga pernah memberikan seluruh kafilah dagangnya yang baru datang
dari Syam untuk fakir dan miskin dari Kaum Muslimin, padahal begitu banyak
pedagang yang menawar barang2 tsb dengan bayaran lima kali lipat keuntungan,
karena pada saat itu barang-barang tsb. sedang sangat dibutuhkan. Hal ini
terjadi di masa kekhilafahan Abu Bakar ra.
KEKHILAFAHAN
‘UTSMAN RA.
Sebelum
wafatnya, ’Umar menunjuk Ahli Syura berjumlah 6 orang untuk memusyawarahkan
siapa khalifah selanjutnya. Dari 6 orang mengkerucut menjadi 3, karena 3 orang
menyerahkan maslah khilafah pada 3 orang lainnya, yaitu Zubair ra. menyerahkan
kepada ’Ali ra., Sa’ad ra. kepada ’AbdurRahman bin ’Auf ra., dan Thalhah ra.
kepada ’Utsman ra. Kemudian ’AbdurRahman ra. melepaskan haknya, dan berbicara
dengan ’Utsman ra. dan ’Ali ra., kemudian meminta pendapat khalayak ramai.
Mayoritas menghendaki ’Utsman ra., dan dalam salah satu riwayat mengatakan
bahwa ’Ali ra. adalah orang yang pertama kali membai’at ’Utsman ra. ’Utsman
memerintah, sesuai dengan pidato kenegaraannya, dengan kelembutan dan
kebijaksanaan kecuali terhadap apa yang mengharuskannya menegakkan hukum
(hudud).
Melalui tangan
’Utsman ra., Allah Swt. berkehendak untuk meluaskan wilayah Islam hingga
berkembang jauh ke wilayah Timur dan Barat, terbentang dari Sind di sebelah
timur, Kaukasus di sebelah utara, Afrika dan pulau-pulau Mediteranian di
sebelah barat, dan Habasyah (Ethiopia) di sebelah timur.
(Ma’nawi)
’Utsman ra. juga adalah orang pertama yang memperluas Masjid Nabawi ketika
dirasakan masjid itu tidak sanggup menampung jama’ah. Beliau mengeluarkan uang
20.000 dirham untuk keperluan tsb., sebagai jawaban dari keinginan Nabi saw.,
sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibn Asakir.
PENGUMPULAN
AL-QURAN DI ZAMAN ’UTSMAN RA.
Hudzaifah
bin al-Yaman sepulang dari Perang di Armenia pergi menemui ’Utsman ra. setelah
melihat perbedaan di kalangan umat Islam di beberapa wilayah dalam membaca
Al-Quran. Perbedaan yang dapat mengancam lahimya perpecahan. Beliau ra. berkata
kepada ’Utsman: ”Aku menjumpai orang-orang, wahai Amirul Mukminin, di mana
mereka berselisih di dalam membaca Al-Quran.” Hudzaifah ra. juga berkata:
”Ambillah tindakan untuk umat ini sebelum berselisih tentang kitab mereka
seperti orang Kristen dan Yahudi.”
Kemudian
’Utsman ra. mengeluarkan kebijakan beliau ra. guna menertibkan hal itu dan
sejumlah besar sahabat ra. sependapat dengan terobosan terpuji tsb. Berkata
Ibnut Tin: ”…Sedang pengumpulan ’Utsman sebabnya banyaknya perbedaan dalam hal
qiraat, sehingga mereka membacanya menurut logat mereka masing-masing dengan
bebas dan ini menyebabkan timbulnya sikap saling menyalahkan, karena kawatir
akan timbul bencana , ’Utsman segera memerintahkan menyalin lembaran-lembaran
itu dalam satu mushaf dengan menertibkan surah-surahnya dan membatasinya hanya
pada bahasa Quraisy saja dengan alasan bahwa Al-Quran diturunkan dengan bahasa
mereka (Quraisy). Sekalipun pada mulanya memang diizinkan membacanya dengan
bahasa selain Quraisy guna menghindari kesulitan. Dan menurutnya keperluan
demikian ini sudah berakhir, karena itulah ia membatasinya hanya pada satu
logat saja.” (Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat beberapa rujukan semisal:
”Ulumul Quran” karya Manna Khalil Al-Qattan, ”History of Quranic Text” karya
Al-A’zami, dll.)
MASA FITNAH
DAN BANTAHAN FITNAH TERHADAP ’UTSMAN RA.
Seorang
tokoh yahudi yang mendengki terhadap Islam dan berpura-pura masuk Islam bernama
AbduLlah bin Saba’ beserta Sabaiyah nya (Sabaisme) sangat memainkan peran
timbulnya fitnah di masa2 akhir kekhilafahan ’Utsman ra. Provokator-provokator
ini berhasil pula memfitnah ’Utsman ra. dengan fitnah-fitnah keji dan berhasil
pula menghasut orang-orang berwatak keras yang belum mantap imannya, minim
ilmu, fanatik terhadap suatu pendapat, serta berlebih-lebihan (ekstrem) dalam
beragama, yaitu orang-orang khawarij, untuk melakukan makar dan konspirasi
kepada seorang sahabat utama ra. yang telah dijamin surga. Hal ini ’didukung’
oleh perubahan sosial di masyarakat Islam ketika itu dengan adanya orang-orang
yang masuk Islam saat perluasan wilayah, namun tidak seiring dengan pemahaman
yang benar tentang Islam itu sendiri kepada mereka.
Berikut
beberapa tuduhan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab kepada ’Utsman ra.
berikut bantahannya :
Nepotisme; bahwa ’Utsman ra. dituduh mengganti
tokoh-tokoh sahabat ra. dengan keluarganya yang derajatnya lebih rendah.
Bantahan: RasuluLlah saw. juga pernah mengangkat Usamah bin Zaid ra. padahal
saat itu terdapat sahabat senior ra. seperti Abu Bakar dan ’Umar ra. Begitu
pula ’Ali ra. pun pernah mengangkat ’Abbas ra. dan puteranya sebagai gubernur
di beberapa tempat. Berkata Ibnu Taimiyah, bahwa RasuluLlah saw. sejak dahulu
mengangkat Bani Umayyah sebagai pejabat-pejabat penting dalam pemerintahan. Dan
berkata ’Utsman ra.: ”Aku tidak mengangkat seorang pun kecuali RasuluLlah saw.
telah pernah mengangkatnya terlebih dahulu.”
Tuduhan bahwa beliau ra. banyak memberi
kepada kerabatnya. Bantahan: Justru ’Utsman ra. sedang melaksanakan perintah
Allah Swt: ”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya,
kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan…” (Q. S. Al-Isra : 26).
Berkata ’Utsman ra.: “Aku akan mengabarkan pada kalian semua tentang
kekhalifahanku. Sesungguhnya kedua pendahuluku bersikap keras pada dirinya dan
kerabatnya sendiri, walaupun ikhlas dan mencari ridha Allah Swt., padahal
RasuluLlah saw. sendiri pun selalu memberikan shadaqah yg banyak pd
kerabat2nya. Adapun aku berada ditengah keluarga yg sangat kekurangan maka aku
hamparkan tanganku untuk meringankan beban mereka, karena mereka adalah
tanggungjawabku dan jika kalian berpendapat ini salah maka tolaklah.” Berkata
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: “Kabilah Utsman ra. adalah kabilah yg amat besar,
tidak seperti halnya kabilah Abu Bakar ra. dan ’Umar ra., oleh karenanya kaum
kerabatnya membutuhkan lebih banyak bantuan daripada keluarga kedua
pendahulunya.” Juga terdapat tuduhan dari sisi banyaknya pemberian yang mana
hal tsb adalah dusta.
Tuduhan bahwa beliau ra. mengusir Abu Dzar
ra. Bantahan: Imam Ibnu Hajar dlm Fathul Bari menerangkan: “Sesungguhnya Zaid
bertanya pd Abu Dzarr ttg hal tsb karena banyaknya isu dan penentang ’Utsman yg
mengecam ’Utsman dan menuduhnya telah membuang Abu Dzarr, lalu Abu Dzarr
menerangkan bahwa ia memilih tempat tsb karena keinginannya sendiri.”
Diriwayatkan
oleh Imam Al-Hakim dari ’Aisyah ra. yang mengatakan bahwa RasuluLlah saw.
pernah bersabda kepada ’Utsman ra.:
”Sesungguhnya Allah akan memakaikan kepadamu baju kebesaran (kekuasaan), di mana apabila orang-orang munafik menginginkan agar engkau menanggalkannya, maka janganlah engkau tanggalkan.”
”Sesungguhnya Allah akan memakaikan kepadamu baju kebesaran (kekuasaan), di mana apabila orang-orang munafik menginginkan agar engkau menanggalkannya, maka janganlah engkau tanggalkan.”
SYAHIDNYA
’UTSMAN RA.
Musuh-musuh
Allah Swt. yang melakukan konspirasi, membunuh ’Utsman ra. dg mengambil
kesempatan saat sepinya Madinah karena musim haji. Di sisi lain tidak seorang
pun dari sahabat ra. yang menyangka bahwa khawarij dalam hasutan Ibnu Saba’
berani membunuh ’Utsman ra. Beberapa sahabat ra. juga telah berusaha melindungi
’Utsman ra., begitu pula dengan anak-anak mereka ra. Namun saat situasi
genting, ’Utsman ra. justru keluar menuju mereka ra. agar tidak turut campur
guna mencegah tertumpahnya darah kaum muslimin. Selain itu, beliau ra. pun
telah mengetahui bahwa beliau ra. akan menemui syahidnya dalam keadaan aniaya
sebagaimana dikabarkan RasuluLlah saw.
Ibnu Abi
Syaibah meriwayatkan dari ’AbduLlah bin Zubair berkata: Aku berkata kepada
’Utsman pada hari peristiwa itu, ”Keluarlah dan perangilah mereka, sesungguhnya
engkau bersama orang-orang yang dimenangkan Allah walaupun jumlahnya sedikit,
dan demi Allah, memerangi mereka itu adalah halal” Ia (ra.) menjawab: ”Jangan.”
Sedang, saat menjawab Mughirah bin Syu’bah ra., ’Utsman berkata: ”Jika aku
keluar untuk memerangi mereka, sekali-sekali tidak akan kulakukan, karena aku
tidak mau menjadi orang pertama pengganti RasuluLlah saw. menumpahkan darah
Umat Islam…”
Ibnu Asakir
meriwayatkan dari Jabir bin ’AbduLlah ra. bahwa ’Ali ra. menyampaikan kepada
’Utsman: ”Bersamaku ada 500 pasukan bersenjata, izinkanlah aku untuk menghalau
mereka agar engkau tidak terbunuh.” Tetapi ’Utsman menjawab: ”Allah Swt.
membalas kebaikanmu. Saya tidak menginginkan darah tertumpah karena aku.”
Dari Abu
Hurairah ra., dia berkata: “’Utsman bin Affan pernah mengurung diri di dalam
rumahnya selama empat puluh malam. Lalu dia berkata padaku: ‘Bangunkan aku
malam ini pada waktu sahur’. Maka aku datang ke rumahnya pada waktu sahur, lalu
kukatakan: ‘Sahur wahai Amirul Mukminin, semoga Allah merahmatimu’. Maka
‘Utsman bangun sambil mengusap keningnya dan berkata, ‘SubhanaLlah wahai Abu
Hurairah, rupanya engkau telah memotong mimpiku. Dalam mimpiku tadi aku bertemu
Nabi saw. yang berkata kepadaku: ‘Besok engkau akan makan bersama kami’. Pada
hari itu pula ‘Utsman terbunuh.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)
Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad pula dengan isnad hasan dari ‘Utsman ra. berkata: Aku bertemu
Rasul saw. dalam tidurku semalam dan aku melihat Abu Bakar dan ‘Umar. Mereka
berkata kepadaku: “Bersabarlah, karena kamu akan berbuka bersama kami nanti”,
kemudian Rasul saw. mengambil mushaf Al-Quran dan membukanya di depan ’Utsman.
Lalu ia terbunuh di saat membaca Al-Quran.
BEBERAPA
PERKATAAN HIKMAH DAN ZUHUD ’UTSMAN RA.
Dari
’AbduLlah Ar-Rumy, dia berkata: Aku mendengar ’Utsman bin ’Affan (ra.) berkata,
”Sekiranya aku berada di antara surga dan neraka, sementara aku tidak tahu ke
mana aku diperintahkan, maka aku suka memilih menjadi debu seelum aku tahu ke
arah mana yang aku tuju.”
Dari Sufyan
bin Uyainah, bahwa ’Utsman bin ’Affan pernah berkata: ”Tidak ada hari atau
malam yang lebih menyenangkan bagiku selain dari melihat Allah.” Yang
dimaksudkan adalah membaca Al-Quran. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)
Dari Hani’,
budak ’Utsman ra. yang telah dimerdekakan, dia berkata: ”Jika ’Utsman bin
’Affan berdiri dekat kuburan, maka dia menangis hingga jenggotnya basah oleh
air mata…” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)
Dari Syarahbil
bin Muslim, bahwa ‘Utsman bin ‘Affan ra. biasa memberi makan orang-orang dengan
makanan yang biasa dimakan para pejabat. Setelah masuk rumah, dia biasa makan
dengan cuka dan minyak. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)
Diriwayatkan
dari al-Hassan al-Bashri, katanya: ”Aku melihat ’Utsman bin ’Affan, ketika itu
ia sudah menjadi khalifah, tidur siang hari di masjid dan ketika bangun
terdapat bekas batu kecil di pipinya, lalu orang berkata: ’Ini Amirul Mukminin,
ini Amirul Mukminin’.”