MUAWIYAH BIN ABI SUFYAN
Sejak pemerintahan Muawiyah,
Daulah Bani Umayyah sudah berusaha keras mengadakan perkembangan dan perluasan
daerah Islam, melanjutkan apa yang dulu sudah dilakukan Khulafaur Rasyidin,
yaitu ke daerah timur, ke daerah Byzantium, dan ke daerah Afrika Utara.
(A) Perluasan
ke daerah Timur (India)
Pada masa itu daerah
IslamTimur sudah sampai di Khurasan, dari sana perluasan diteruskan ke India.
Panglima yang ditugaskan dan negeri sasarannya adalah :
- Abdullah bin Sawwar Al Abdi ke negeri Qaiqan dua kali
- Mahlab bin Abu Shufrah ke negeri sekitar sungai Sind sampai negeri Bannah dan Lahore (India)
(B) Perluasan
ke Barat (Byzantium = Romawi)
Perluasan ke Barat ditujukan
kearah Byzantium yang beribukota Konstantinopel. Negeri tersebut menjadi pusat
agama Kristen Ortodok Yunani. Penyebaran Islam ke daerah Byzantium itu
berlangsung tiga kali.
Adapun yang mendorong dan
menarik pehatian Islam mengadakan penyerbuan ke Byzantium, sebagai berikut :
- Orang Byzantium sering mengadakan perampokan ke wilayah Islam sehingga Muawiyah ingin mengikis keganasan merka.
- Byzantium merupakan pusat agama Kristen Ortodok Yunani yang pengaruhnya dihadapkan ke Timur. Bila dibiarkan sewaktu-waktu negara tersebut dapat mengganggu pertumbuhan negara Islam. Dan gangguan Byzantium ini sudah dimulai pada masa Rasulullah, yaitu ketika Byzantium membunuh utusan Rasulullah. Pembunuhan ini merupakan kasus heli (segala sesuatu menyebabkan terjadinya perang-perang berikutnya). Dan sejak itu “suasana perang” sudah ada antara pasukan Islam dan tentara Byzantium.
- Kekayaan yang melimpah-limpah di Negara itu.
(C) Penyerbuan
ke Laut Tengah
Muawiyah mengerahkan armada
lautnya dengan 1700 kapal perang menyerbu pulau-pulau disekitar Yunani. Hasil
penyerbuan itu ialah pulau Rhodesa dan Cyprus takluk di bawah kekuasaan Islam.
(D) Penyerbuan
ke Konstantinopel yang pertama (48 H = 669 M)
Angkatan daratnya dipimpin
oleh panglima Sufyan bin Auf, dan angkatan lautnya di pimpin panglima Fadlah
Al-Anshari. Sedang yang menjadi panglima besarnya ialah Yazid bin Muawiyah.
Karena dinding kota dan
pengawal pasukan kota merka itu kuat sekali, maka pasukan Islam banyak yang
gugur. Kemudian, mereka terpaksa kembali ke Damakus. Yang gugur syahid
diantaranya shahabat Abi Ayyub Al-Anshari, yaitu salah seorang shahabat Anshari
penjemput utama Rasulullah sewaktu beliau hijrah ke Madinah.
Atas jasanya itu, disisi
makamnya didirikan “Jami ’Ayyub” yang masyhur di kota Konstantinopel. Tiap-tiap
raja Bani Umayyah yang naik tahta dinobatkan di Jami ’Ayyub itu.
(E) Penyerbuan
ke Konstantinopel II (58 H = 678 M)
Pada tahun 58 H Muawiyah
mengirim pasukan ke Konstantinopel sekali lagi. Kota tersebut dikepung pasukan
Islam kurang lebih dua tahun. Hamper saja benteng kota itu jebol. Tetapi berita
wafatnya Muawiyah membuat mereka menghentikan pengepungan. Kemudian pasukan
Islam dipanggil pulang ke Damaskus.
YAZID BIN MUAWIYAH (60-64 H/680-683 M)
Pemerintahan Yazid tidak
banyak melakukan usaha perluasan Islam, karena di dalam negeri timbul
pemberontakan-pemberontakan. Di dalam memegang pemerintahan Yazid tidak cakap.
Ia ahli bersyair. Oleh karena itu, timbul pemberontakan-pemberontakan di
daerah-daerah.
Perang
Karbala (61 H/681 M)
Sebelum terjadi perang, Husain
bin Ali menerima surat dari sebolongan penduduk Kuffah. Isinya adalah
pernyataan kesediaan dan kesetiaan mereka untuk berperang membelanya bila ia
bersedia datang ke Kuffah.
Para ulama cerdik di Hijaz
menasihatkan agar Husain mengurungkan niatnya untuk memenuhi surat tersebut.
Tetapi Husain tetap berangkat dengan semua keluarganya serta 80 orang pasukan
pengawal yang tidak siap senjata.
Setelah sampai di Karbala,
dekat kota Kuffah, ternyata yang dijumpai bukan pertolongan, melainkan pasukan
Yazid yang berjumlah besar dipimpin oleh Ubaidillah bin Ziyad dengan senjata
lengkap.
Husain tidak berdaya melawan,
ia ditangkap dan dipotong lehernya. Kepalanya dikirim kepada Yazid di Damaskus.
Melihat kepala Husain, Yazid sedih, marah, dan terharu. Karena ayanhnya
berwasiat jangan membunuh Husain. Pembunuhan Husain ini membangkitkan marah dan
benci golongan Syi’ah kepada Bani
Umayyah.
Pemberontakan
Madinah (63 H/683 M)
Setelah mendengar berita
pembunuhan Husain, penduduk Madinah segera mengusir malikota Madinah serta
menawan sejumlah orang Bani Umayyah. Akan tetapi, akhirnya pemberontakan itu
dapat ditindas dengan kejam oleh 12.000 pasukan Yazid di awah pimpinan Muslim
bin Uqbah.
Penyerbuan tentara Yazid
terhadap kota Madinah dimulai dari suatu tempat bernama Al-Harah, sehingga
pertempuran itu terkenal dengan sebutan “Pertempuran Al-Harah”.
Pemberontakan
Mekah (64 H/684 M)
Pemberontakan itu dipimpin
oleh abadullah bin Zubair. Setelah selesai menumpas pemberontakan Madinah,
Muslim bin Uqbah melanjutkan penumpasan pemberontakan di Mekah. Tetepi belum
sampai di Mekah, Muslim bin Uqbah (seorang panglima kenamaan juga). Karena dahsyatnya pertempuran di Mekah itu, sebagian dinding Ka’bah ada yang
runtuh kena lemparan senjata majenik (lemparan batu) dari tentara Yazid yang
ditujukan kepada pasukan Abdullah bin Zubair. Kejadian-kejadian itu telah
mencenarkan nama baik Yazid.
Ketika pertempuran mulai
menyala, tiba-tiba dating berita wafatnya Yazid, maka pertempuran dihentikan
dari pihak panglima Numair.
MUAWIYAH BIN YAZID (64-64 H/683-683 M)
Muawiyah ibn Yazid menjabat
sebagai khalifah pada tahun 683-683 M dalam usia 23 tahun.
MARWAN BIN AL HAKAM (64-65 H/683-685 M)
Ia pernah menjabat sebagai
penasihat Khalifah Ustman bin Affan. Untuk mengukuhkan jabatannya,maka ia
sengaja mengawini janda Khalifah Yazid, Ummu Khalid.
ABDUL MALIK BIN MARWAN (65-86 H/685-705 M)
Khalifah Abdul Malik bin
Marwan mewarisi pemerintahan ayahnya dalam keadaan yang belum aman dan
pemerintahan yang belum tertib. Oleh karena itu, perjuangannya dicurahkan untuk
mengamankan negerinya dari ancaman-ancaman pemberontakan. Karena itu, Abdul
Malik tidak mengadakan perluasan kedaerah luar.
Pemberontakan-pemberontakan
yang dihadapi khalifah ialah pemberontakan golongan Syi’ah (66 H/686 M). Kaum
pemberontak bergerak dari Kuffah menuju ‘Ainul Wardah (dekat sungai Eufrat).
Pemberontakan tersebut akhirnya dapat ditindas oleh pasukan Abdul Malik yang
jumlahnya 30.000 orang dan dipimpin oleh Abdullah bin Ziyad.
Tetapi tak lama kemudian
pemberontakan dari partai Syi’ah muncul kembali dan dipimpin oleh Mukhtar
seorang gubernur Irak. Ia dapat menghancurkan pasukan Abdullah bin Ziyad dan
Adullah mati terbunuh.
Pasukan
Abdul Malik mulai bergerak dari Irak dan berhasil merebut Irak dengan
terbunuhnya gubernur Irak yaitu Mash’ab (pengganti Mukhtar). Setelah
pemberontakan besar dapat dipadamkan, Abdul Malik berusaha mengadakan
pembersihan terhadap kaum Khawarij yang selalu membuat kekacauan di daerah
timur.
WALID BIN ABDUL MALIK (86-96
H/705-715 M)
Sekalipun Abdul Malik tidak
mengadakan perluasan daerah ke lur, tetapi dia berhasil menegakkan dan
mengokohkan kesatuan dan persatuan umat Islam. Pada zaman pemerintahan
Walid bin Abdul Malik itulah kebesaran Bani Umayyah tampak nyata.
Segenap rakyat cinta kepadanya. Boleh dikatakan bahwa Muawiyah pendirinya,
Abdul Malik yang menstabilkan kekuasaan dan Walid bin Abdul Malik yang
meneguhkan dan membawanya ke zaman keemasan.
SULAIMAN BIN ABDUL MALIK (96-99 H/715-717 M)
Menjadi khalifah pada usia 42
tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 2 tahun, 8 bulan. Ia tidak
memiliki kepribadian yang kuat, sehingga mudah dipengaruhi penasihat-penasihat
di sekitar dirinya.
UMAR BIN ABDUL AZIZ (99-101
H/717-720 M)
Ibunda Umar bin Abdul Aziz bin
Marwan bernama Laela binti Ashim, yaitu cucu Umar bin Khatab dan istrinya
bernama Fatimah binti Abdul Aziz, cucu Umar bin Khatab.
Oleh karena itu dia banyak
memiliki sifat-sifat mulia seperti moyangnya, Umar bin Abdul Aziz bersifat
sopan santun, adil, sederhana, takwa kepada Allah, dan sangat cinta kepada
ayahnya. Sewaktu masih kecil dia sering memohon restu kepada neneknya Abdul bin
Khatab. Disbanding dengan pemerintahan khalifah Bani Umayyah, Umar Abdul Aziz
memiliki keistimewaan, diantaranya sebagai berikut :
- Jabatan khalifah yang akan dipangkunya ditawarkan dahuli kepada rakyat, dan ternyata mayoritas rakyat menyetujui Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah.
- Mementingkan agama daripada politik
- Mementingkan persatuan umat Islam dari pada golongan
- Pernyiaran Islam disiarkan dengan jalan damai
- Adil terhadap semua pihak
Umar berusaha membuat keadaan
Negara setentram-tentramnya dalam suasana kehidupan yang Islam. Untuk itu dia
mengambil tindakan-tindakan politik yang bersumber pada kehendak rakyat antara
lain :
- Memecat para wali pejabat-pejabat lainnya yag tidak cakap dan tidak mementingakan kemajuan agama dan Negara (diantaranya ialah Yazid bin Mahlab)
- Menghentikan segala sikap yang bersifat memusuhi terhadap Ali dan golongan Syi’ah baik di tempat umum maupun dalam khutbah Jum’at
YAZID BIN ABDUL MALIK (101-105
H/720-724 M)
Masa pemerintahannya
berlangsung selama 4 tahun, 1 bulan. Ia adalah seorang penguasa yang sangat
gandrung terhadap kekuasaan.
HISYAM BIN ABDUL MALIK (105-125 H/724-743 M)
Empat orang putra Abdul Malik,
yaitu Al-Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam diangkat menjadi putra mahkota dan
keempatnya berhasil menjadi khalifah. Oleh karena itu, Abdul Malik disebut
“Abul Muluk” (ayah raja-raja). Hisyam adalah anak Abdul Malik yang terakhir
menjadi khalifah.
Hisyam bin Abdul Malik
berlainan sifat dengan saudaranya Yazid bin Abdul Malik. Hisyam termasuk
khalifah Bani Umayyah yang bijaksana dan kuat seperti Muawiyah dan Abdul Malik.
Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh Hisyam bin Abdul Malik ialah sebagai
berikut :
Menumpas
pemberontakan
Pada waktu Hisyam memerintah
timbul beberapa pemberontakan. Orang yang melakukan pemberontakan pada masa itu
ialah:
- Zaid bin Ali bin Husain (Zainal Abidin)
- Yahya bin Yazid
Perluasan
Daerah
Hisyam bin Abdul Malik
mengadakan perluasan ke beberapa daerah, sebagai berikut :
- Perluasan ke negeri Tilfis. Pasukan ke Tilfis dipimpin oleh Jarrah dan bertempur dengan raja Tilfis yang bernama Khzar. Karena Jarrah kalah mati terbunuh, maka dikirim lagi pasukan yang dipimpin Sa’id Al-Barasyi, kali ini Tilfis dapat direbut.
- Perluasan di Andalusia. Pada zaman itu, amir di Andalusia bernama Abdur Rahman Alghafiq mengadakan penyerbuan sampai di kota Taurs (perbatasan antara Spanyol dengan Perancis). Sampai di tempat itu pasukan Islam tidak berdaya melanjutkan perluasan ke Negara lain di Eropa Barat, karena dipukul oleh Karel Martel (seorang panglima Perancis yang masyhur). Sejak itu pasukan Islam tidak lagi mengadakan perluasan ke daerah Eropa Barat yang lain, tetapi tidak berarti penyiaran Islam ke Eropa Barat berhenti sampai di situ, melainkan terus memasuki pelosok-pelosok negeri Eropa Barat hingga masa kini.
WALID BIN YAZID (125-126
H/743-744 M)
Masa pemerintahannya selama 1
tahun, 2 bulan. Ia adalah salah seorang khalifah yang berkelakuan buruk.
YAZID BIN WALID (126-127
H/744-745 M)
Masa pemerintahannya
berlangsung selama 16 bulan dan dia wafat pada usia 46 tahun. Selain itu, masa
pemerintahannya penuh kemelut dan kekacauan.
IBRAHIM BIN WALID (127-127
H/745-745 M)
Pada masa pemerintahannya
keadaan negara semkin kacau dan dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada
tahun 132 H.
MARWAN BIN MUHAMMAD (127-132
H/745-750 M)
Setelah Yazid wafat, dia
diganti oleh saudaranya yang bernama Ibrahim bin Walib bin Abdul Malik. Tetapi
Ibrahim tidak mendapat dukungan rakyat. Kemudian timbul beberapa pemberontakan.
Pemberontakan yang paling kuat ialah yang dipimpin oleh Marwan bin Muhammad
seorang gubernur Armenia yang tidak puas.
Dari Armenia Marwan dapat
merebut beberapa kota dan akhirnya berhasil menguasai kota Damaskus. Mulai saat
itulah Marwan mengangkat dirinya menjadi seorang khalifah yang berkedudukan di
ibukota Damaskus
Adapun usaha Marwan dalam
menumpas pemberontak adalah dengan mengerahkan pasukannya yang berjumlah
120.000 orang menyerbu pasukan Abdullah di dekat sungai Alzab. Tetapi Marwan
kalah dan lari menyeberangi sungai Tigris mebuju kita Hurran hingga tiba di Damaskus.
Jejak Marwan itu selalu diikuti oleh Abdullah.
Marwan mengembara sampai di
daerah Sudan dan terus ke Mesir. Disana Abdullah menyerahkan tugas kepada Saleh
bin Ali untuk memburu Marwan. Di desa Bushaer daerah Alfayyum terjadilah
pertempuran antara Shaleh dengan Marwan. Akhirnyya Marwan kalah terbunuh.
Kepala Marwan disula dan dikirim ke hadapan Abu Abbas di Kuffah.
Dengan meninggalnya Marwan bin
Muhammad, berarti berakhirlah Daulah Bani Umayyah setelah berkuasa selama 90
tahun. kemudian digantikan oleh Daulah Bani Abbasiyah dari Bani Hasyim yang
berdiri di Irak.
PRESTASI DINASTI BANI UMAYYAH
Perkembangan bangunan berupa
fisik
Kordova
Kota ini terletak di
sebelah selatan lereng gunung Sierre de Cordova dan di tepi sungai
Guadalquivir. Sebelum Spanyol ditaklukkan oleh tentara Islam tahun 711 M,
Kordova adalah ibukota kerajaan Kristen Visigoth, sebelum dipindahkan ke
Toledo. Penaklukan Spanyol oleh pasukan Islam terjadi pada masa khalifah
Al-Wahid banal-Malik, di bawah pimpinan Tarikh bin Ziyad dan Musa bin Nusair.
Di bawah pemerintahan kerajaan Visigoth, Kordova yang sebelumnya makmur menjadi
mundur. Kemakmurannya bangkit kembali di masa kekuasaan Islam. Pada tahun 756
M, kota ini menjadi ibukota dan pusat pemerintahan Bani Umayyah di Spanyol,
setelah Bani Umayyah di Damaskus jatuh ke tangan Bani Abbas tahun 750 M.
Penguasa Bani Umayyah pertama di Spanyol adalah Abd Al-Rahman Al-Dakili. Kekuasaan
Bani Umnayyah di Andalus ini berlangsung dari tahun 756 M sampai 1031 M.
Sebagai ibukota
pemerintahan,Kordova di masa Bani Umyyah mengalami perkembangan yang pesat.
Banyak bangunanan baru yang didirikan seperti istana, dan masjid-masjid. Sebuah
jembatan dengan gaya arsitektur Islam yang mempunyai 16 lengkungan dalam gaya
Romawi, menghubungkan Kordova dengan daerah pinggiran di seberang sungai. Di
sebelah baa jembaan itu didirikan istana Al-Cazar. Perkembangan kota ini
mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Abd Al-Rahman Al-Nashir di
pertengahan abad ke-10 M. Pada masa pemerintahan Islam, Kordova juga terkenal
sebagai pusat kerajinan barang-barang dari perak, sulaman-sulaman dari sutera
dan kulit yang mempunyai bentuk khusus. Pada tahun 1236 M, Kordova direbut oleh
tentara Kristen dibawah pimpinan Ferdinand III dari Kastila. Setelah itu,
supremasi Islam di Spanyol mulai mengalami zaman kemunduran.
Pada zaman pemerintahan Bani
Umayyah di Spanyol, Kordova menjadi pusat ilmu pengetahuan. Di kota itu berdiri
Universitas Kordova. Banyak ilmuan dari dunia Islam bagian timur yang tertarik
untuk mengajar di universitas ini. Di samping itu, di kota ini terdapat sebuah
perpustakaan besar yang mempunyai koleksi buku kira-kira 400.000 judul. Daftar
bagian dari buku-buku itu terkumpul dalam 44 jilid buku. Kemajuan ilmu
pengetahuan disana tidak terlepas dari dua orang khalifah pencinta ilmu, Abd
Al-Rahman Al-Nashir dan anaknya Al-Hakam. Yang disebut terakhir ini
memerintahkan untuk mencari dan membeli buku-buku ilmu pengetahuan, baik klasik
maupun kontemporer. Bahkan, ia ikut langsung dalam pengumpulan buku itu. Ia
menulis surat kepada penulis-penulis terkenal untuk mendapatkan karyanya dengan
imbalan yang tinggi. Pada masanyalah tercapai apa yang dinamakan masa keemasan
ilmu pengetahuan dan sastra Spanyol Islam.
Mengutip penyair Inggris,
Syekh Amir Ali melukiskan Kordova : “Istana-istana dan taman-taman Kordova
adalah indah, tetapi tidak kurang kekaguman orang terhadapnya mengenai
soal-soal yang lebih tinggi. Maha guru dan guru-gurunya menadikannya pusat
kebudayaan di Eropa, siswa-siswa biasanya berdatangan dari seluruh pelosok
Eropa untuk belajar kepada dokter-dokternya yang masyhur”. Astronomi, geografi,
dan ilmu kimia, sejarah alam semuanya dipelajari dengan bersemangat di Kordova.
Di bidang kesusasteraan, pada
zaman Umayyah mendapat perhatian besar, baik dari penguasa maupun masyarakat,
sehingga menjadi popular, bahkan menjadi buah bibir. Lain lagi perkembangan
kesusastraan yang berkembang di Eropa ketika itu, kurang mendapat perhatian.
Masjid-masjid di Kordova banyak dikunjungi oleh ribuan siswa/mahasiswa dari
berbagai wilayah untuk belajar filsafat dan ilmu agama. Mengutip pendapat
Rfenan, Amir Ali menyebutkan zaman emasnya kesusastraan dan ilmu di Spanyol
terjadi ketika daerah ini di bawah pemerintahan Hakam Al-Mustansir Billah yang
meninggal tahun 976 M.
Pada masa jayanya, di Kordova
terdapat 491 masjid dan 900 pemandian umum. Karena air di kota ini tak dapat
diminum, pnguasa mulim mendirikan saluran air pegunungan yang panjangnya 80 km.
Granada
Kota Granada terletak di tepi
sungai Genil di kaki guunung Sierra Nevada, berdekatan dengan pantai laut
mediterania (Laut Tengah). Granada semula adalah tempat tinggal Iberia,
kemudian menjadi kota orang Romawi dan baru terkenal setelah ada di tangan
orang Islam. Kota I I berada di bawah kekuasaan Islam hamper bersamaan dengan
kota-kota lain di Spantol yang ditaklukkan oleh tentara Bani Umayyah di bawah
pimpinan Tarikh bin Ziyad dan Musa bin Nushair tahun 711 M. Pada masa
pemerintahan Bani Umayyah di Spanyol, kota ini disebut Andalusia Atas.
Pada masa pemerintahan Bani
Umayyah di Andalusia, Granada mengalami perkembangan pesat. Setelah Bani
Umayyah mengalami kemunduran tahun 1031 M, dalam jangka waktu 60 tahun, Granada
diperintah oleh dinasti setempat, yaitu dinasti Zirids. Setelah itu Granada
jatuh kebawah pemerintahan Al-Murabithun, sebuah dinasti Barbar dari Afrika
Utara pada tahun 1090 M. Al-Murrabithun berkuasa disana sampai tahun 1149 M.
Pada masa pemerintahannya, banyak istana dibangun disana.
Pada abad ke-12, Granada
menjadi kota terbesar kelima di Spanyol. Kota ini dikelilingi oleh tembok.
Struktur penduduknya terdiri atas campuran dari berbagai bangsa terutama Arab,
Barbar, dan Spanyol yang menganut tiga agama besar Islam, Kristen, dan Yahudi.
Penganut agama tinggal di dalam sektornya masing-masing di kota itu. Sejak abad
ke-13, Granada diperintah oleh dinasti Nasrid selama lebih kurang 250 tahun.
Pada masa itulah di bangun buah istana indah dan megah yang terkenal dengan
nama istana Al-Hambra, yang bearti merah. Batu-batu dan ornamen nama yang
terdapat di dalamnya memang hamper seluruhnya berawrna merah. Istana ini
dibangun oleh arsitek-arsitek muslim pada tahun 1238 M dan terus dikembangkan
sampai tahun 1358 M. Istana ini terletak di sebelah timur Al-Kazaba, sebuah
benteng tentara Islam. Granada terkenal dengan tembok dan 20 menara yana
mengitarinya. Pada masa pemerintahan Muhammad V (1354-1391 M), Granada mencapai
puncak kejayaannya, baik dalam asitektur maupun dalam bidang politik. Akan
tetapi, menjelang akhir abad ke-15 pemerintah menjadi lemah terutama karena
perpecahan keluarga. Pada tahun 1492, kota ini jatuh ketangan penguasa Kristen,
raja Ferdinand dan Isabella. Selanjutnya, tahun 1610 M orang-orangg Islam diusir
dari kota ini oleh penguasa Kristen.