GAYA DAN CORAK KEPEMIMPINAN MUAWIYAH BIN ABI SUFYAN
Gaya dan corak
kepemimpinan pemerintahan Bani Umayyah (41 H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan
masa-masa sebelumnya yaitu masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada masa
pemerintahan Khulafaur Rasyidin dipilih secara demokratis dengan kepemimpinan
kharismatik yang demokratis sementara para penguasa Bani Umayyah diangkat
secara langsung oleh penguasa sebelumnya dengan menggunakan sistem Monarchi
Heredities, yaitu kepemimpinan yang di wariskan secara turun temurun. Hal itu,
karena proses berdirinya pemerintahan Bani Umayyah tidak dilakukan secara
demokratis dimana pemimpinnya dipilih melalui musyawarah, melainkan dengan
cara-cara yang tidak baik dengan mengambil alih kekuasaan dari tangan Hasan bin
Ali (41 H/661M) akibatnya, terjadi beberapa perubahan prinsif dan berkembangnya
corak baru yang sangat mempengaruhi kekuasaan dan perkembangan umat Islam.
Diantaranya pemilihan khalifah dilakukan berdasarkan menunjuk langsung oleh
khalifah sebelumnya dengan cara mengangkat seorang putra mahkota yang menjadi
khalifah berikutnya.
Orang yang pertama kali
menunjuk putra mahkota adalah Muawiyah bin Abi Sufyan dengan mengangkat Yazib
bin Muawiyah. Sejak Muawiyah bin Abi Sufyan berkuasa (661 M-681 M), para
penguasa Bani Umayyah menunjuk penggantinya yang akan menggantikan kedudukannya
kelak, hal ini terjadi karena Muawiyah sendiri yang mempelopori proses dan
system kerajaan dengan menunjuk Yazid sebagai putra mahkota yang akan
menggantikan kedudukannya kelak. Penunjukan ini dilakukan Muawiyah atas saran
Al-Mukhiran bin Sukan, agar terhindar dari pergolakan dan konflik politik
intern umat Islam seperti yang pernah terjadi dada masa-masa sebelumnya. Sistem
pemerintahan yang diterapkan Muawiyah meniru sistem pemerintahan kerajaan
Romawi dan Persia yang mewariskan.
Sejak saat itu, sistem
pemerintahan Dinasti Bani Umayyah telah meninggalkan tradisi musyawarah untuk
memilih pemimpin umat Islam. Untuk mendapatkan pengesahan, para penguasa
Dinasti Bani Umayyah kemudian memerintahkan para pemuka agama untuk melakukan
sumpah setia (bai’at) dihadapan sang khalifah. Padahal, sistem pengangkatan
para penguasa seperti ini bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi dan
ajaran permusyawaratan Islam yang dilakukan Khulafaur Rasyidin.
Selama masa pemerintahan
demokratis Khulafaur Rasyidin, para khalifah selalu di dampingi oleh dewan
penasihat yang terdiri dari para pemuka Islam. Seluruh kebijakan yang penting
selalu di musyawarahkan secara terbuka. Bahkan rakyat biasa mempunyai hak untuk
menyampaikan pertimbangan dalam pemerintahan. Kebebasan berpendapat dan
kebebasan menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah merupakan corak
yang sangat menonjol dalam pola pemerintahn Khulafaur Rasyidin.
Tradisi musyawarah dan menyampaikan pendapat ini tidak berlaku dalam pemerintahan Bani Umayyah. Dewan permusyawaratan dan dewan penasihat tidak berfungsi secara baik. Kebebasan melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah tidak diperbolehkan. Hal itu terjadi karena penguasa Bani Umayyah benar-benar telah menganggap dirinya sebagai raja yang tidak dipilih dan diangkat oleh rakyat dan rakyat tidak dibolehkan melakukan kritik.
Ajaran dan usaha nabi Muhammad
saw yang telah menghapuskan fanatisme kesukuan tidak dapat dipertahankan pada
masa Bani Umayyah. Mereka memperjuangkan kepentingan kelompok tertentu dengan
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada kelompok tersebut dan menutup
kesempatan kelompok lain.
Pada masa pemerintahan
Khulafaur arasyidin sangat serius dan peduli terhadap tanggung jawab dan tugas
mereka. Mereka sering keluar malam untuk melihat keadaan masyarakat yang
sebenarnya. Mereka menjalani hidup dan tugas-tugas sesuai dengan prinsip ajaran
Islam. Mereka tidak membangun gedung/istana megah. Tidak ada pengawalan khusus
bagi para khalifah. Sementara para penguasa Bani Umayyah hidup dalam kemewahan
dan dijaga ketat oleh pengawal, karena merka khawatir keamanan diri mereka.
Selain terjadi perubahan dalm
sistem pemerintahan, pada masa pemerintahan Bani Umayyah juga terdapat
perubahan lain misalnya masalah Baitulmal. Pada masa pemerintahan Khulafaur
Rasyidin, Baitulmal berfungsi sebagai harta kekayaan rakyat, diman setiap warga
Negara memiliki hak yang sama terhadap harta tersebut. Akan tetapi sejak
pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, Baitulmal beralih kedudukannya menjadi
harta kekayaan keluarga raja seluruh penguasa Dinasti Bani Umayyah kecuali Umar
bin Abdul Aziz (717-729 M). Berikut nama-nama ke 14 khalifah Dinasti Bani
Umayyah yang berkuasa :
- Muawiyah bin Abi Sufyan (41-60 H/661-680 M)
- Yazid bin Muawiyah (60-64 M/680-683 M)
- Muawiyah bin Yazid (64-64 H/683-683 M)
- Marwan bin Hakam (64-65 H/683-685 M)
- Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M)
- Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)
- Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/715-717 M)
- Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)
- Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724)
- Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M)
- Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)
- Yazid bin Walid (126-127 H/744-745 M)
- Ibrahim bin Walid (127-127 H/745-745 M)
- Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-750 M)
DINASTI BANI UMAYYAH DI SPANYOL
Keluarga Dinasti Umayyah
yang lolos dari pengejaran kelompok Bani Abbasiyah mendirikan Dinasti Umayyah
di Spanyol